SPOTDESA - Bolehkah membangun desa menggunakan dana talangan atau dana pribadi sambil menunggu pencairan dana desa? Apakah tindakan tersebut tidak menyalahi aturan ataukah kebijakan tersebut tidak berisiko hukum?
Tidak menutup kemungkinan ada kejadian seperti ini. Kepala desa berinisiatif mengambil kebijakan menggunakan dana pribadi membangun desa sebelum pencairan dana desa.
Pada prinsipnya pedoman tatacara pengadaan barang dan jasa di desa dengan cara swakelola atau gotong royong, namun juga bisa juga menggunakan jasa penyedia barang dan jasa.
Meski mengedepankan tatacara swakelola namun dokumen lelang adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan kegiatan. Yang jelas prinsipnya harus efektif, efisien, transparan, pemberdayaan masyarakat, gotong-royong dan akuntabel.
Kepala desa yang mengambil kebijakan menggunakan dana pribadi membangun desa sangat jelas bertentangan dengan aturan, karena belum ada aturan satupun yang menyebutkan mengenai dana pribadi.
Dalam Perka LKPP no 13 tahun 2013 mengatur tata cara pengadaan barang/ jasa di desa juga tidak menyebutkan soal dana talangan membangun desa.
Kebijakan menggunakan dana pribadi dapat saja dibenarkan sepanjang memenuhi syarat yakni harus ada dokumen lelang, pengadaan barang dan jasa, terutama dokumen rincian Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Tenaga ahli pendamping desa Kabupaten Luwu, Muh Said Rasyid, mengatakan dana desa di Kabupaten Luwu belum ada yang cair. Hingga pertengahan bulan Juni 2017, pencairan dana desa di Luwu belum ada.
Dia mengingatkan, agar aparat pemerintah desa, dalam proses pelelangan barang dan jasa di desa, tetap mengacu pada aturan yang ada.
"Kalau ada desa yang sudah melaksanakan kegiatan sebelum dana desa cair, maka besar kemungkinan desa tersebut tidak ada dokumen lelangnya. Kalau dokumen lelang tidak ada, maka pasti melanggar. Baca baik-baik di LKPP nomor 13 tahun 2013 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa di desa," ujarnya.
Pengadaan barang dan jasa di desa memang menjadi permasalahan yang cukup serius ketika muncul aturan mengenai pengadaan.
Orang mempersepsikan bahwa UU Desa dan pengelolaan keuangan desa jika tidak diimbangi dengan kemampuan SDM yang handal di desa, justru akan menjadi bom waktu bagi desa, sehingga dikhawatrikan akan banyak terjerat kasus hukum.
Dalam kaitan dengan pengadaan barang dan jasa, daerah memiliki kewenangan untuk membuat aturan tersendiri mengenai pengadaan barang/ jasa di desa dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Nilai pengadaan di desa yang dahulu hanya berada pada nilai jutaan, mulai merangkak naik menjadi puluhan hingga ratusan juta. Seiring dengan semakin besarnya nilai pengadaan, maka pertanyaan mengenai metode pengadaan dan metode pemilihan penyedia barang/jasa mulai mengemuka.
Apakah harus dilelang? Kalau dilelang, apakah harus ada Unit Layanan Pengadaan (ULP) di masing-masing desa, sedangkan jumlah SDM yang ada masih sangat terbatas?
Bagaimana pelaksanaan pengadaan barang/jasa di Desa Hal ini muncul karena anggaran di desa muncul dalam anggaran sendiri yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Pasal 2 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya hanya mengatur pelaksanaan pengadaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Untuk pelaksanaan pengadaan dengan nilai sampai dengan Rp 50 juta. Tim pelaksana kegiatan harus memiliki bukti pembelian dari satu penyedia baik itu berupa nota, faktur pembelian atau kuitansi atas nama tim pelaksana kegiatan.
Berikut gambaran pelaksanaan pengadaan di desa
Untuk pelaksanaan pengadaan antara Rp 50 juta hingga Rp 200 juta. Tim pelaksana kegiatan harus melampirkan penawaran tertulis dengan daftar barang/jasa - isinya bisa berupa rincian barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, banyaknya volume dan satuan barang/jasa yang akan dibeli,
Untuk pelaksanaan pengadaan yang nilainya di atas Rp 200 juta.Tim pelaksana mengundang dan meminta penawaran dari dua penyedia yang berbeda. Jika keduanya memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan maka dilakukan negosiasi secara bersamaan untuk mendapatkan harga yang murah. Dan hasil negosiasi dituangkan dalam surat perjanjian antara ketua tim pelaksana dan dan penyedia.
Pembatasan nilai-nilai dan cara metode pelaksanaannya bisa berlainan antara satu desa dengan yang lain. Tergantung Bupati di daerah masing-masing, tidak bisa seragam karena karakternya tentu berbeda-beda. Yang terpenting adalah masih dalam batas yang wajar. (***)
0 thoughts on “Bolehkah Bangun Desa Pakai Dana Pribadi ? Baca Perka LKPP no 13 tahun 2013”